Laman

Translate

Minggu, 23 September 2012

SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA


Indonesia merupakan negara terbesar ke 3 di dunia setelah china dan rusia, dan merupakan negara kepulauan terbanyak penduduknya di dunia. Namun dalam segi kesejahteraan juga kemakmuran rakyatnya belum bisa dikatakan bagus dan dapat pula dikatakan gagal dalam mensejahterakan rakyat. Mengutip dari perkataan ahli sejarawan inggris bahwa negara yang maju adalah negara yang maju sistem pendidikannya. Ini mempunyai korelasi yang selaras dengan segala yang dihadapi oleh indonesia saat ini.
Sistem pendidikan indonesia dengan orientasinya “Wajib Belajar 9 Tahun”. Namun dari orientasi  ini adakah kontribusi lebih ndari pemerintah untuk rakyat? Sampai saat ini indonesia menggunakan sistem Ujian Negara (UN) yang sebelumnya yaitu EBTANAS. Dari kebijakan-kebijakan pemerintah ini adakah sumbangsih kebih dari pelaksanaan ujian ini? apakah efektif ujian tersebut bila dikaitkan dengan realita sekarang yang ada pada bumi pertiwi ini?
Apabila ditelaah lebih mendalam, alangkah tidak efektifnya berbagai ujian yang disuguhi pemerintah dari tahun ketahun. Terbukti, setiap tahun siswa SD, SMP maupun SMA yang mengikuti UN pasti ada segelintir golongan yang tidak lulus dan harus mengambil paket C atau mengulang tahun depan. Dan kerap sekali mereka yang tidak lulus merasa stress bahkan berlanjut  ke arah maut. Sungguh tragis, hanya karena untuk mendapatkan selembar ijazah yang “katanya menjanjikan mereka untuk masa depan mereka. Beban psikis mereka dapatkan ketika mereka menuntut ilmu untuk 3 tahun dan hanya di tentukan kelulusannya pada 5 hari dalam jangka Ujian Nasional.
Kenapa pemerintah tidak mengadakan berbagai pelatihan enterpreneurship untuk SLTA agar mereka lebih mempunyai wawasan yang luas dan mempunyai benih-benih menjadi usahawan dan menciptakan lapangan kerja sendiri? Atau lebih mudahnya melakukan program small discussion untuk para siswa agar mereka mempunyai mental yang bagus dan ilmu yang mumpuni, guru pun secara tidak langsung akan mengetahui kapabilitas seorang anak didik dari mereka saling berbagi argumen dengan yang lain, bukankah itu lebih efektif di banding UN yang hanya untuk kepentingan sepihak?
Setiap tahun Indonesia mengeluarkan hampir 2000 lulusan akademik dari Sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Perguruan Tinggi. Namun setelah itu mereka hanya menjadi buruh yang bisa di samakan dengan budak yang nantinya akan menjadi domba-domba kaum kapitalis, maka jadilah negara ini menjadi Negara Konsumtif. Sungguh sistem ini merupakan sistem pembodohan publik!
Guru yang katanya “Pahlawan Tanpa Jasa” sekarang seakan-akan hilang ditelan zaman. Sedikit mereka yang ingin mencerdaskan bangsa, malah ingin memperkaya diri mereka dengan aksi tipu menipu dll.  Dan banyak oknum-oknum lainnya seperti asusila terhadap anak didiknya hingga hamil, kita hanya bisa menggelengkan kepala karena tak tahu lagi apa yang harus kami perbuat.
Dana APBN 20% untuk pendidikan pun hanyalah “nyanyian” pihak birokrat belaka, masih kalah negara tetangga kita dengan singapura dan malaysia yang sudah menganggarkan 23% dana APBN mereka untuk pendidikan. Beribu alasan yang tidak masuk akal pun kerap mereka lontarkan kepada rakyat dan hanya diminta untuk bersabar, sabar dan sabar.
Namun kita harus selalu optimis dan selalu berusaha untuk menjadi terbaik dengan negara lain dan selalu di mulai dari diri sendiri, pertahankan diri dari kemiskinan, kuasai ilmu pengetahuan, dan bersosialisasi yang baik dengan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar